Setelah Menjadi Misteri, Seorang Ilmuwan Berhasil Mengungkap Misteri Kalender Kuno di Peru
Jakarta - Setelah menjadi misteri beberapa dekade, arkeolog berhasil mengungkap susunan batu di situs Chankillo, Peru. Diketahui
kalau situs tersebut merupakan observatorium kuno untuk menentukan
penanggalan dengan menggunakan matahari.
Situs yang memiliki 13 menara batu itu diperkirakan telah berusia 2.300
tahun dan pernah digunakan sebagai kalender kuno. Tahun ini situs
Chankillo ditetapkan sebagai situs Warisan Dunia UNESCO. Menurut penelitian terbaru dari Chankillo, orang-orang kuno
menggunakannya untuk pengamatan astronomi yang sangat akurat.
Struktur
seperti tulang belakang telah disebut 'Tiga Belas Menara' inilah yang
digunakan para astronom kuno sebagai cakrawala buatan. Dengan menentukan posisi Matahari, mereka dapat secara akurat
memprediksi titik balik matahari dan ekuinoks yang akan datang, dan
menentukan tanggal dengan presisi satu hingga dua hari.
Majalah BBC Scientific research Focus mencatat, pengetahuan ini akan
membantu mereka merencanakan panen musiman, serta mengadakan ritual
keagamaan.
Arkeolog Peru Ivan Ghezzi, yang ikut menulis penelitian bersama dengan rekan
Inggris, Clive Ruggles, mengatakan kepada AFP bahwa menara didirikan
dengan sangat presisi dan ditempatkan untuk menandai posisi Matahari
sebagai patokan tanggal yang tepat.
Struktur dasarnya bekerja seperti jam raksasa, menandai berlalunya waktu
selama rentang satu tahun. Pada bulan September, Matahari akan terbit
di suatu tempat antara menara kelima dan keenam.
Pada 21 Desember, ia merayap di antara menara terakhir saat fajar
menyingsing. "Chankillo adalah mahakarya orang Peru kuno. Sebuah
mahakarya arsitektur, mahakarya teknologi dan astronomi. Ini adalah
tempat lahirnya astronomi di Amerika,"katanya.
Selain digunakan sebagai kalender matahari, kemungkinan Chankillo juga
merupakan tempat pemujaan Matahari. Karena situs di sebelah timur dan
barat menara menampilkan sisa-sisa benda yang digunakan untuk upacara
pengorbanan.
Observatorium dan pelengkap seremonialnya dilindungi oleh dinding
benteng yang terbuat dari batu, lumpur dan batang pohon. Sayangnya,
situs yang membentang seluas 5.000 hektare baru satu persennya yang
diyakini telah dipelajari.
Komentar
Posting Komentar